Rabu, 18 Agustus 2010

KEMUDAHAN DAN KESULITAN

Apapun yang anda ingin nikmati dengan mudah selalu mengharuskan anda untuk bekerja keras mengatasi kesulitan. Mengatasi kesulitan adalah syarat pencapaian kemudahan.

Dalam menjalani kehidupan ini, kita pasti tidak terlepas dari berbagai masalah yang harus kita hadapi, misalnya pekerjaan yang menumpuk, anggota keluarga yang sakit, masalah perekonomian, dan lain-lain. Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki masalah dalam hidupnya, karena itu yang penting sekarang adalah bagaimana kita mengelola masalah tersebut. Masalah adalah bagian dari hidup kita, ia dapat menjadi ancaman tetapi juga dapat menjadi peluang, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Waktu kita sekolah, kita harus menghadapi ulangan atau ujian. Bila ujian ini kita anggap sebagai ancaman yang merugikan, maka mungkin kita menghindarinya sehingga kita tidak mau masuk sekolah atau tidak mau belajar, tetapi akibatnya … ya .. kita yang rugi sendiri. Tetapi bila ujian ini kita anggap sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk maju, maka kita akan belajar dengan semangat untuk mendapatkan nilai yang baik, dengan tujuan agar kita lulus ujian. Dengan belajar dengan keras, maka sekarang kita menikmati kemudahan untuk naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi.

Hal yang sama terjadi dalam kehidupan kita; bila kita santai-santai saja menghadapi kehidupan, maka pada masa depan banyak kesulitan yang menghadang kita. Tetapi bila saat ini kita bersedia untuk bekerja keras, dan juga bekerja cerdas, maka kemudahan yang akan kita peroleh pada masa depan. Jadi marilah kita terus melatih diri untuk mengatasi berbagai kesulitan dengan tujuan agar kita menjadi terlatih, sehingga saat menghadapi masalah yang sama maka kita dapat menyelesaikannya dengan mudah. Hal ini semua sesuai dengan pribahasa “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.

Senin, 09 Agustus 2010

LAKUKAN SEKARANG JUGA

Ingat nasehat sebelum gagal tiba
Ingat doa sebelum ada kesulitan
Untuk melayani jangan tunggu ada waktu

Ingat dan lakukanlah berbagai hal positif sebagai tindakan pencegahan, karena umumnya pencegahan lebih baik daripada perbaikan. Misalnya ingatlah untuk berolahraga sebelum kita menjadi sakit.

Dalam kehidupan sehari-hari pun banyak hal yang perlu segera kita lakukan sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Agar kita tidak mengalami kegagalan, maka kita perlu mengingat dan melaksanakan berbagai nasehat dan prinsip yang dapat kita pelajari dari para ahli. Kemudian jangan lupa untuk berdoa secara rutin; jangan menunggu sampai ada kesulitan baru kita mencari Tuhan. Berdoalah setiap saat agar kita dapat bertegur sapa, mengucap syukur, dan meminta ampun kepada Tuhan.

Seringkali bila diajak untuk melakukan hal yang positif, misalnya pelayanan, maka kita mencari berbagai alasan, misalnya tunggu sampai ada waktu, sampai anak dewasa, atau sampai bisnis berjalan normal; pada umumnya alasan tersebut hanya dicari-cari. Marilah kita satukan tekad dan hati untuk melakukan hal positif karena bermanfaat untuk orang lain; jangan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal. Berserahlah kepada Tuhan ....

Kamis, 05 Agustus 2010

ARTI KEBIASAAN

Awalnya kita yang membentuk kebiasaan, tetapi lambat laun tanpa sadar, hidup kita yang diatur oleh kebiasaan itu (JW Marriot Jr).

Cobalah anda jawab pertanyaan saya terlebih dahulu! Waktu anda mandi tadi pagi, kemarin, atau kapan saja, dan memakai kemeja; tangan kanan atau tangan kiri yang anda masukkan terlebih dahulu? Ayo jawab dengan segera!

Nah, ternyata untuk menjawab hal tersebut kita harus berpikir dan membayangkan apa yang kita lakukan waktu memakai baju. Padahal waktu memakai baju itu sendiri kita sebenarnya sudah tidak berpikir lagi, semuanya sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan secara otomatis oleh pikiran bawah sadar.

Waktu kita masih kecil kita diajari cara memakai kemeja, misalnya dengan memasukkan tangan kanan lebih dahulu. Hal ini terjadi terus berulang-ulang sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan, sehingga untuk melakukannya kita seolah-olah tidak perlu berpikir lagi. Hal yang sama terjadi bila kita merokok; setelah kebiasaan merokok, maka kita pun sulit untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Kini hidup kita malah yang dikendalikan oleh kebiasaan itu!

Untuk itu marilah kita latih berbagai hal positif terus menerus, misalnya bangun pagi-pagi, berdoa, belajar, dan lain-lain, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang bermanfaat bagi kita semua.

Rabu, 04 Agustus 2010

CARA MENGENDALIKAN NAFSU

Nafsu tidak terkendali merupakan sumber petaka. Perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu. Lawanlah dengan puasa, karena puasa melatih kita mengendalikan nafsu.

Musuh terbesar manusia adalah hawa nafsu. Bila kita dikendalikan oleh hawa nafsu, maka kita menjadi manusia yang bodoh, karena kelakuan kita tidak mencerminkan diri kita lagi, tetapi tindakan yang kita lakukan hanyalah luapan dari nafsu tidak terkendali yang ada dalam diri kita. Saat kita dilanda nafsu marah, maka keinginan kita hanyalah berteriak, memaki, membentak orang lain, serta mengeluarkan kata-kata kotor. Saat itu kedudukan dan pendidikan kita tidak berpengaruh lagi; tindakan kita menjadi sama dengan tindakan orang bodoh yang tidak berpendidikan.

Saat manusia sedang terangsang berahinya, maka ia lupa akan akal sehat, keluarga, dan ajaran agamanya. Saat itu ia mengabaikan berbagai resiko dan akibat yang akan terjadi, pokoknya ia hanya mengejar kenikmatan yang berlangsung selama beberapa menit itu. Dalam kesedihan yang berlebihan pun, manusia tidak dapat berpikir dengan akal sehatnya.

Tindakan kita saat dilanda nafsu atau dalam kondisi emosi yang tidak stabil, jelas tidak memberikan manfaat positif bagi diri kita, karena mengandung resiko atau akibat yang akan membuat kita kecewa pada masa depan. Karena itu sebelu berbuat sebaiknya kita berpikir : ”nanti bagaimana”, jangan nekad dengan berprinsip ”bagaimana nanti”.

Cara lain tentu saja dengan berserah pada Tuhan dan juga melakukan penyangkalan diri, misalnya dengan melakukan puasa secara teratur. Dengan berpuasa kita mengendalikan nafsu makan, nafsu marah, nafsu berahi, dan lain-lain. Marilah kita kendalikan nafsu yang ada dalam diri kita ....

MELINDUNGI USIA DENGAN CINTA

Usia tidak menghalangi Anda dari cinta, tetapi cinta melindungi Anda dari usia.

Orang mengatakan bahwa “cinta itu buta”; memang betul demikian … karena orang yang jatuh cinta melupakan segalanya dan tidak memperhatikan apa pun, yang penting adalah mewujudkan cintanya. Orang yang jatuh cinta tidak memperhatikan tingkat pendidikan, derajat kehidupan, suku bangsa, dan apa pun juga, termasuk usia. Saya memiliki teman laki-laki yang seusia saya, dan dia menikah dengan seorang wanita yang seusia dengan ibunya. Walaupun tidak memiliki anak, mereka hidup dengan rukun selama bertahun-tahun; yang unik teman saya itu memiliki tiga anak tiri yang usianya hampir sama dengannya. Dan masih banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa usia tidak dapat menghalangi kita dari cinta.

Di sisi lain, cinta juga membuat kita bersemangat dan memiliki motivasi hidup yang tinggi, sehingga usia tidak lagi menjadi halangan, artinya cinta melindungi kita dari usia. Sebagai contoh ada seseorang yang telah divonnis dokter bahwa usianya paling hanya sekitar tiga bulan lagi. Mendengar hal tersebut, maka si pasien berjanji untuk memanfaatkan hidupnya untuk menolong dan mencintai orang lain; hal ini dilakukannya dengan menghibur pasien-pasien lain di rumah sakit. Ternyata setelah tiga bulan ia belum meninggal, malahan semangat hidupnya semakin tinggi dan ia dapat mengatasi penderitaan akibat penyakitnya sendiri.

Jadi bila kita ingin awet muda, maka marilah kita bagikan cinta kepada orang-orang di sekitar kita. Bantu mereka dengan tenaga, harta, pikiran, dan apa pun yang ada pada diri kita. Bila kita tidak memiliki apa-apa, maka marilah kita berikan senyum dan sukacita yang tulus kepada semua orang. Rasakan akibatnya bila mereka membalas senyum kepada kita. So … tunggu apa lagi? Mari lakukan segera!

Senin, 02 Agustus 2010

MARI MEMBUKA HATI

Ketika kita membuka mata, maka terlihat dunia yang indah.
Ketika kita membuka hati, maka terlihat dunia yang begitu luar biasa.

Dengan panca indra, kita dapat mengagumi berbagai ciptaan Allah. Saat kita menggunakan mata maka kita dapat melihat alam, binatang, tumbuhan, dan lain-lain yang sungguh luar biasa. Cobalah anda lihat pohon-pohon di sekitar kita, ternyata warna hijau daunnya sungguh beragam, boleh dibilang tidak ada yang sama. Bila kita melihat ke angkasa, warna langit dan susunan awan pun sungguh indah sekali. Pohon kering dan gurun pasir pun memiliki keunikan dan keindahan tersendiri. Sungguh alam menyajikan berbagai hal yang sangat indah.

Sekarang mari gunakan indra kita yang lain, dengan penciuman kita dapat mengenali berbagai aroma bunga, buah, dan lain-lain. Ketika kita mengecap sesuatu, berbagai rasa dapat kita nikmati; apalagi dengan pendengaran yang memampukan kita untuk menangkap berbagai suara, seperti kicauan burung dan gemercik air. Kemudian perabaan dan perasaan yang membuat kita dapat merasakan kehalusan dan sensasinya pada tubuh kita.

Semua adalah anugrah Allah yang luar biasa bagi kita, tetapi seringkali kita lupa bersyukur atas semua hal tersebut. Bahkan seringkali kita meremehkan dan melecehkannya terutama saat perasaan kita sedang tidak baik dan pikiran kita dipenuhi oleh masalah.

Untuk itu marilah kita membuka hati, bukan hanya panca indra, agar semua yang ada di dunia ini dapat kita lihat secara luar biasa. Jangan biarkan perasaan dan pikiran mempengaruhi penilaian kita terhadap karya Allah!

Kamis, 08 Juli 2010

HIDUP BAGAI SEBUAH BUKU SAHABAT

Hidup manusia itu seperti sebuah buku.
Front cover adalah tanggal lahir, back cover adalah pulang.
Tiap lembarnya adalah tiap-tiap hari dalam hidup kita.
Ada buku yang tebal, ada buku yang tipis.
Ada buku yang menarik dibaca, ada yang tidak sama sekali.
Sekali menulis tidak akan pernah...berhenti sampai selesai.

Yang hebatnya, seburuk apapun halaman ...
Lihat Selengkapnya sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yang putih bersih, baru dan tiada cacat.
Sama dengan hidup kita, seburuk apapun kemarin,
Tuhan selalu menyediakan hari yang baru untuk kita.

Kita selalu diberi kesempatan yang baru untuk melakukan sesuatu yang benar dalam hidup kita setiap harinya, memperbaiki kesalahan kita dan melanjutkan alur cerita yang sudah ditetapkan-Nya untuk kita masing-masing.

Isi buku kita masing-masing dengan hal-hal yang baik, dan jangan lupa bertanya kepada Tuhan tentang apa yang harus ditulis tiap-tiap harinya.

Minggu, 13 Juni 2010

BAGAIMANA MENUJU KESEMPURNAAN

Kesempurnaan adalah tujuan semua orang, namun untuk mencapainya betul-betul sangat sulit. kesempurnaan ada hanya dimiliki oleh sang maha pencipta. bagaimana kita menuju kesempurnaan tersebut. Tuhan tidak memberi pasangan sempurna, karena kamu pun tidak sempurna. Tuhan memberi pasangan yang membuatmu bertumbuh dan belajar bersama menuju kesempurnaan.

Seringkali kita lebih banyak menuntut orang lain, padahal kita pun memiliki banyak kekurangan. Untuk itu hal yang terbaik adalah saling mengoreksi diri, belajar bersama, dan tumbuh menjadi lebih baik untuk kita semua.

Sebagai mahluk sosial, tentu saja kita tidak boleh egois, tetapi mau saling membantu dengan orang lain, terutama dengan pasangan hidup kita sendiri. Ingat manusia tidak ada yang sempurna, sehingga kita tidak dapat menuntut orang lain menjadi sempurna padahal diri kita sendiri pun tidak sempurna.

Di sisi lain kita tidak dapat menuntut terlalu banyak pada orang lain, tetapi tunjukkanlah bahwa diri kita sendiri dapat terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Tuhan memberikan pasangan yang tidak sempurna bukan untuk diperbudak, tetapi untuk dijadikan sebagai rekan untuk bertumbuh dan belajar bersama. Amin ...

Jumat, 04 Juni 2010

CARA MENGATASI KEMARAHAN PADA ANAK


Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa anda memarahinya dengan kasar, menurut Dr.Victor Pashi, anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab atau basah.

Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam, mengungkapkan bahwa pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak, penjauahan anak dari sesuatu yang disukainya, atau pemaksaan kepada anak untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.

Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan ada beberapa hal yang patut kita perhatikan dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak kita, diantaranya adalah:

1.Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan yang diluar kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak menerimanya dengan senang.

2. Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.

3. Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.

4. Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih-sayang, dan pemberian hadiah.

5. Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat wudhu dan ajaklah dia berwudhu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.

Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri, sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun terciptanya iklim keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.

Cara menyiasatinya tidak lain, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk menggekang keinginan membalas kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.

Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kita bersabar. Wallahu’alam.***

Minggu, 09 Mei 2010

MENJEMPUT REZEKI BUKAN MENCARI REZEKI

2. Menjemput rezeki dalam arti menjadi pekerja lepas.

Pekerja lepas (Self-Employed) adalah orang yang melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima bayaran darinya. Pekerja lepas juga merupakan orang-orang yang ingin menjemput rezeki dari Allah Swt dengan memposisikan dirinya menjadi “bos mereka sendiri.” Pekerja model ini dapat disebut juga sebagai seorang profesional.

Para pekerja lepas ini benar-benar mengandalkan keahliannya dalam menjemput setiap rezeki yang telah Allah tebarkan di muka bumi. Kemampuan menjemput rezeki yang diperlihatkan oleh pekerja lepas ini ditentukan oleh “kelebihannya” yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Untuk itu, Islam pada hal-hal tertentu menyarankan dalam mengurus sesuatu itu harus oleh ahlinya. Bila tidak, maka siap-siap bencana menghadangnya (baca: terjadi kehancuran).

Jadi, orang-orang yang menjadi pekerja lepas ini dapat menjemput rezeki dengan bekerja untuk dirinya sendiri. Walau demikian, ada kalanya ia juga masih tetap menyandang sebagai pegawai di tempat tertentu. Misalnya, seorang dokter bisa memilih mendapat penghasilan sebagai pegawai, dan bergabung dengan staf sebuah rumah sakit besar. Namun di pihak lain, ia juga bisa memutuskan memperoleh penghasilan sebagai seorang pekerja lepas dengan membuka praktek pribadi.

Contoh lain, adalah seorang dosen yang bekerja di sebuah perguruan tinggi. Di luar aktivitas mengajarnya, ia menjadi pekerja lepas dengan membuat artikel yang dikirimkannya ke beberapa media cetak. Dari aktivitas seperti ini, ia jelas akan menjemput rezeki dari selain sebagai pegawai, juga dari pekerja lepasnya sebagai penulis.

Untuk dapat menjemput rezeki dalam arti sebagai pekerja lepas, tentu kita dituntut memiliki profesionalisme atas jenis pekerjaan yang digelutinya. Yang jelas, secara sederhana ciri-ciri seorang yang profesional adalah memiliki kemampuan yang terus-menerus ditingkatkan; kemampuan tersebut dijalankan sebagai profesi; dan ada penghasilan yang didapat dari profesi yang dijalaninya tersebut.

Berkait dengan itu, Islam memberi kebebasan penuh untuk memilih jenis pekerjaan, pindah ke jenis pekerjaan lain, dan atau melakukan antara keduanya. Pendeknya, orang boleh bekerja sesuai dengan keinginannya dan dapat dengan bebas berpindah pekerjaan. Yang jelas, kita tidak boleh takabur lagi bersikap sombong.

Kesempurnaan mobilitas pekerjaan, dijelaskan dalam Alquran, yaitu: “Mereka berkata, bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat hijrah di bumi itu? Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. 4: 97, 100).

Pada bagian lain disebutkan pula bahwa Allah menjadikan bumi untuk manusia sebagai hamparan, supaya dapat menjalani jalan-jalan yang lurus (QS. 71: 19-20). Selain itu, dalam QS. 67: 15 dinyatakan: “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di seluruh penjurunya dan makanlah sebagian rezekinya.”

MENJEMPUT REZEKI

Sesungguhnya Allah telah memberikan lahan usaha di bumi ini dengan segala fasilitasnya agar manusia dapat berusaha mendapatkan rezeki yang disediakan oleh Allah Swt bagi keperluan manusia.

REZEKI dan kehidupan manusia adalah sesuatu yang sangat berkaitan. Pasalnya, rezeki ini tidak bisa dilepaskan dari usaha atau pekerjaan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat bagi kehidupan seseorang serta bertujuan untuk menghilangkan berbagai kesukaran. Dalam arti luas, rezeki bukanlah sesuatu yang sifatnya material semata-mata. Dan fenomena inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan dari kita.

Pada tataran demikian, kita harus melakukan manajemen yang baik dalam usaha mendapatkan rezeki dari Allah Swt. Karena tanpa manajemen yang baik, jangan-jangan rezeki tersebut dapat menjerumuskan kita dikemudian hari (baca: akhirat). Bukankah, segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah kehidupan itu akan ada perhitungannya pada saat kelak setelah kematian? Dalam hal ini, Imam Ghazali memberi arahan bahwa masalah rezeki merupakan rintangan terbesar bagi manusia ketika hidup di dunia. Karena persoalan rezeki (yang tidak halal) itulah, maka manusia akan datang ke akhirat dalam keadaan amalnya menjadi bangkrut, sedangkan di depan mereka telah nampak adanya hisab dan siksaan jika sekiranya tidak mendapatkan ampunan-Nya.

Atas dasar itulah, kita hendaknya mampu menjemput rezeki bukannya mencari rezeki. Mencari rezeki berarti kita berusaha supaya mendapat nafkah (rezeki). Hal ini tidak tepat, karena bukankah Allah telah menentukan dan menyebarkan rezekinya terhadap setiap makhluk ciptaan-Nya? Di sinilah, perlunya kita menjemput rezeki. Yakni pergi menyambut (menyongsong) kedatangan rezeki atau memungut dengan “ujung-ujung jari” terhadap setiap rezeki yang telah Allah sebarkan di dunia ini.

Berikut ini, ada beberapa lahan usaha yang bisa dijadikan aset manusia dalam menjemput rezeki yang telah ditebarkan-Nya, tentu dalam batas koridor misteri rezeki dan fenomena ikhtiar manusia itu sendiri.

1. Menjemput rezeki dalam arti menjadi pegawai.

Pegawai (Employee) adalah orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan dsb.). Bekerja berarti mengerahkan tenaga fisik atau fikiran yang dilakukan untuk memperoleh imbalan berupa uang. Ini mencakup seluruh bentuk pekerjaan, baik yang dilakukan dengan tangan atau dengan kepandaian (Afzalurrahman; 1982).

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa menjadi pegawai itu dapat menjemput rezeki dengan mempunyai pekerjaan dan bekerja untuk orang lain atau sebuah perusahaan.

Bagi mereka yang tergolong pegawai ini, memiliki karakteristik yang khas. Yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kata “aman” merupakan frasa yang sering digunakan oleh mereka sebagai reaksi terhadap emosi takut akan ketidakpastian.

Ketidakpastian tak membuat kelompok ini merasa bahagia; kepastianlah yang membuat mereka bahagia. Para pegawai ingin rasa takut mereka dipuaskan dengan beberapa derajat kepastian, itulah sebabnya kebanyakan mereka mencari keamanan dan perjanjian yang mengikat dalam hal pekerjaan.

Pada konteks sebagai pekerja, yang penting diperhatikan sesuai dengan syariat Islam adalah tanggung jawabnya. Yakni sebagai pegawai adalah wajib melaksanakan pekerjaan dengan sebaik mungkin untuk menjemput rezeki dari Allah. Hal ini sejalan dengan ungkapan Alquran surat Al-Maidah ayat 1, “…. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu ….”

Menjadi pegawai merupakan salah satu faktor penting dalam produksi. Misalnya, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia tidak dapat dimanfaatkan, kecuali bila digali dan diproduksi menjadi sesuatu yang lebih berguna dan produktif oleh tenaga kerja. Alquran menyatakan, “Seseorang tidak mendapatkan sesuatu, kecuali apa yang telah diusahakannya.” (QS. 53: 39).

Rasulullah sendiri dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya tenaga kerja dan selalu menghargai karya para pekerja. Lebih-lebih bekerjanya itu dilandasi dengan jujur, demi mendapatkan pahala dari Allah.

Pendeknya, melalui bekerja telah memperlihatkan pada dunia bahwa kita hidup, kita ada, dan hidup kita menjadi lebih bermakna. Rasulullah telah mengingatkan bahwa seseorang laki-laki yang keluar dari rumahnya sambil membawa seutas tali, kemudian ia pulang dengan membawa seikat kayu bakar untuk dijual dan dibelikan makanan untuk anak dan istrinya, jauh lebih mulia bila dibandingkan dengan orang yang meminta-minta. Pasalnya, sekali seseorang meminta-minta kepada sesama manusia, berarti ia telah mengambil sekerat daging dari mukanya. Konsekuensinya, semakin sering ia meminta, maka semakin banyak daging yang ia ambil dari mukanya. Sehingga, nanti pada hari kiamat ada sekelompok orang yang datang tanpa sekerat pun daging di mukanya karena ketika hidup di dunia ia telah banyak meminta.

Rasulullah selalu menekankan untuk bekerja dan tidak pernah menyukai orang yang selalu bergantung pada sedekah. Lagian, bukankah kehidupan yang mudah dan menyenangkan dijanjikan pada mereka yang bekerja dan tidak membuang-buang waktu ---bermalas-malasan---(QS. 101: 6-7). Dalam bahasa Imam Sirkhasi dikatakan, “Mencari nafkah untuk hidup adalah kewajiban setiap Muslim.”

Lebih dari itu, Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Al-Suyuthi, dalam Tafsir Jalalain menjelaskan bahwa perintah untuk bekerja keras itu, agar kita berinfak, dan dengan demikian kita akan menerima pahala amal saleh. Tepatnya, bekerja menjadi media berbuat baik kepada sesama manusia. Inilah menjemput rezeki dalam arti menjadi pegawai yang dilandasi atas keimanan kepada Allah. (BERSAMBUNG...)